Sekilas Mengenai Sengketa

Menurut Margono (2004), sengketa biasanya bermula dari suatu situasi di mana ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain. Hal ini diawali oleh perasaan tidak puas yang bersifat subjektif dan tertutup. Kejadian ini dapat dialami oleh siapa saja, baik perseorangan (individu) maupun kelompok. Perasaan tidak puas akan muncul ke permukaan apabila terjadi benturan kepentingan (conflict of interest). Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua. Apabila pihak kedua tersebut dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, maka selesailah konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukan perbedaan pendapat atau memiliki nilai yang berbeda, terjadilah hal yang disebut perselisihan atau sengketa.

Proses sengketa terjadi karena tidak adanya titik temu antara para pihak yang berselisih atau bersengketa. Dua pihak yang mempunyai pendapat yang berbeda berpotensi berada dalam situasi sengketa. Orang tidak akan mengutarakan pendapat yang secara umum dapat menimbulkan atau mengakibatkan terjadinya konflik terbuka. Hal ini disebabkan oleh kemungkinan timbulnya konsekuensi yang tidak menyenangkan, hal mana seseorang (sebagai individu/pribadi ataupun sebagai wakil kelompoknya) harus menghadapi situasi rumit yang mengundang ketidaktentuan sehingga dapat saja mempengaruhi kedudukan atau posisinya saat ini.

Dalam persengketaan, perbedaan pendapat dan perdebatan yang berkepanjangan biasanya dapat mengakibatkan kegagalan proses mencapai kesepakatan. Keadaan seperti ini biasanya berakhir dengan putusnya jalur komunikasi yang sehat sehingga masing-masing pihak mencari jalan keluar tanpa memikirkan nasib atau kepentingan pihak lainnya.

Agar terciptanya proses penyelesaian sengketa yang efektif, prasyarat yang harus dipenuhi adalah kedua pihak harus sama-sama dan menjunjung tinggi hak untuk mendengar dan hak untuk didengar. Dengan dipenuhinya prasyarat tersebut, proses dialog dan pencarian titik temu yang akan menjadi panggung proses penyelesaian sengketa baru dapat berjalan. Jika tanpa kesadaran tentang pentingnya langkah ini, proses penyelesaian sengketa tidak berjalan dalam arti yang sebenarnya.

Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa menurut Margono (2004) yaitu :
1) kepentingan (interest)
2) hak-hak (rights)
3) status kekuasaan (power)

Para pihak yang bersengketa tentunya menginginkan agar kepentingannya tercapai, hak-haknya terpenuhi dan kekuasaannya diperlihatkan, dimanfaatkan dan dipertahankan. Dalam proses penyelesaian sengketa, pihak-pihak yang bersengketa tentunya bersikeras akan mempertahankan ketiga faktor tersebut diatas.

Proses penyelesaian sengketa mengharuskan para pihak mengembangkan penyelesaian yang dapat diterima bersama. Proses ini berakar pada sistem pengaturan sendiri yang dapat ditemukan di negara Indonesia.

Margono (2004) menyatakan bahwa pengembangan alternatif penyelesaian sengketa dilatarbelakangi oleh kebutuhan antara lain :
1) Mengurangi kemacetan proses di pengadilan. Banyaknya kasus yang diajukan ke pengadilan seringkali berkepanjangan sehingga memakan biaya tinggi dan memberikan hasil yang kurang memuaskan.
2) Meningkatkan ketertiban masyarakat dalam proses penyelesaian sengketa.
3) Memperlancar dan memperluas akses ke pengadilan.
4) Memberikan kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak dan memberikan hasil yang memuaskan.

By Abdul Rohman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *